Karya tulis
essay adalah salah satu jenis karangan prosa yang memaparkan suatu ide/ gagasan
cemerlang penulis dilengkapi argumentasi yang akurat sehingga ide/gagasan dapat
dipahami dengan jelas oleh pembaca. Jika pembacanya seorang pejabat pemerintah
publik dapat menjadikan karya essay tersebut sebagai referensi dalam
menerbitkan kebijakannya. Jika pembacanya masyarakat umum, pola pikirnya dapat
terbentuk sesuai dengan ide/gagasan dalam karangan essay sehingga masyarakat
dapat memandang jernih atau menyelesaikan persolan-persoalan sejenis yang
sedang dihadapinya
.
Seberapa
panjang karya essay?
Karena hanya
menyampaikan suatu ide/gagasan penulis untuk dikomonikasikan kepada pembaca,
panjang karya essay hanya 3 ~ 5 halaman, jika diketik 12 pt, jenis Time New
Roman, doble spasi akan mencapai sekitar 1500 kata. Dalam essay tidak
perlu diisi lembar pengesahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar
tabel, daftar gambar, abstrak, atau lampiran-lampiran. Karangan essay
tidak perlu dibuat dengan bab-bab terpisah, misalnya bab pendahuluan, bab
tinjauan pustaka, bab metode penulisan/penelitian, bab pembahasan, bab
simpulan. Sekali lagi karya essay tidak mewajibkan dibuat dengan bab-bab
terpisah
.
Jika
tidak berupa bab-bab terpisah, bagaimana struktur karya essay?
Karya essay
disusun dalam satu rangkaian alur pengungkapan ide/gagasan. Diawali dengan
judul, nama penyusun, identitas singkat penyusun, langsung disambung di
bawahnya alinea awal berupa pendahuluan yang didalamnya sekaligus digambarkan
latar belakang permasalahan. (Tidak perlu lagi dibuat dengan urutan nomor
rumusan masalah atau tujuan seperti biasa dibuat dalam makalah atau karya tulis
ilmiah). Setelah bagian pendahuluan langsung disambung dibawahnya dengan alinea
sub-sub judul pembahasan berikut penjelasan/argumentasi setiap sub judul.
Setelah pembahasan setiap sub judul dianggap sudah selesai ditutup dengan sub
judul penutup yang isinya hanya aline penutup berupa penegasan dari ide/gagasan
yang hendak disampaikan. Bagian ini dapat juga diartikan sebagai kesimpulan
dari keseluruhan pembahasan dalam sub-sub judul di atasnya.
Bagaimana
praktisnya struktur karya essay?
Struktur karya
tulis essay dapat digambarkan secara praktis sebagai berkut.
Judul……(tulis
judul singkat tetapi harus menggambarkan isi karangan)
Oleh: …….(tulis
nama pengarang)
Identitas….
(tulis identitas singkat penulis, misalnya: kelas XI IPA SMAN 1 Blahbatuh……)
1
Pendahuluan
(Paparkan
alasan-alasan yang akurat munculnya permasalahan yang perlu mendapat solusi
pemecahan)
2 ………..(Tulis
sub judul pembahasan 1)
(Paparkan
pembahasan 1 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan
dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan
memperjelas pembahasan
3. ………..(Tulis
sub judul pembahasan 2)
(Paparkan
pembahasan 2 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan
dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan
memperjelas pembahasan
4………..(Tulis sub
judul pembahasan 3)
(Paparkan
pembahasan 3 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan
dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan
memperjelas pembahasan3)
5 dst……….??????
Sama dengan penjelasan di atas lanjutkan ke pembahasan-pembahasan berikut
jika masih diperlukan.
6. Penutup
……….bagian akhir karya essay ……..
(Paparkan dalam
satu atau lebih alinea hanya berisi gagasan penutup. Dapat berupa kesimpulan
dari seluruh pembahasan; dapat berupa saran-saran yang perlu dilakukan oleh
pihak yang berkaitan; dapat berupa ungkapan harapan-harapan; dapat berupa
peringatan-peringatan yang perlu diwaspadai; dan bentuk lain yang sifatnya
menutup suatu ide/ gagasan.
Bagaimana
penggunaan ragam bahasanya?
Ragam bahasa
yang digunakan wajib sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan
harus sesuai dengan EYD. Bahasa standard atau baku Bahasa Indonesia digunakan agar tidak
memunculkan penafsiran ganda. Jika ingin menyelipkan kalimat prokem, atau
kutipan kalimat/ kata bahasa daerah harus jelas ditandai, misalnya dengan cetak
miring atau diapit tanda kutip “……” lebih baik lagi diisi keterangan dalam
tanda kurung, misalnya: “lue atau gue”(Bahasa orang Jakarta)
Apakah
perlu daftar pustaka?
Karena karya
essay adalah kaya ilmiah popular, daftar pustakan sangat perlu. Hanya saja
bentuknya tidak seformal daftar pustaka seperti karya makalah. skripsi, atau
KIR (karya ilmiah remaja). Dalam essay, daftar pustaka biasa diisi dengan
istilah :
Bahan Bacaan….
(diisi nama pengarang. tahun terbit. judul buku. kota terbitan buku: nama penertbit…. Jika
bahan bacaan berupa Koran/majalah, download internet, dll wajib diisi seperti
daftar pustaka biasa). Kalimat-kalimat yang dikutip/dipakai acuan dalam tulisan
essay cukup diisi identitas pendek di akhir kalimat kutipan (nama,
tahun:halaman yang dikutip).
Bahan bacaan
sangat penting ditulis karena sebagai ciri karya ilmiah yang harus dilandasi
kejujuran dalam kutip-mengutif pernyataan yang bersifat ilmiah/ fakta.
Bagaimana
cara praktis menyusun karya essay untuk lomba?
Menurut
pengalaman saya, mulai belajar menulis essay untuk kepentingan lomba atau
istilahnya sudah ada tema yang harus digarap, langkah pertama harus memahami
tema yang dipesankan. Setelah paham dengan tema, mulailah membuka lembaran memory
dalam pikiran yang diketahui berkaitan dengan tema untuk menyusun
gagasan-gagasan. Untuk mendukung/memperkuat gagasan harus mencari fakta-fakta
akurat baik dari buku-buku maupun media massa
termasuk browsing di internet. Semua dukungan gagasan yang didapat dari buku
atau media lain itu dicatat kalimat/data kutipannya serta identitas sumbernya.
Jika gagasan dan
dukungan teori dan fakta-fakta sudah ada, maka langkah berikutnya sebagai
penulis pemula sebaiknya menyusun kerangka karangan dengan cara mengurut
pokok-pokok gagasan. Langkah berikutnya mematangkan pokok-pokok gagasan. Jika
ada yang kurang cocok baik urutan gagasan atau isi gagasan dapat diperbaiki/
dicoret/ diubah sehingga menjadi kerangka karangan yang runut dan beralur
logis.
Contoh Essay:
LIGAN CD40 (sCD40L) SEBAGAI DETEKSI DINI RISIKO
KEJADIAN KARDIOVASKULAR
DI MASA DEPAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
Oleh:
Monica Dwi Jalma
Beat
Your Life with Your Healthy Heart
- Deteksi dini penyakit kardiovaskular
Jantung
adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada
dibawah perlindungan tulang iga, Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.[2] Jantung
mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan
ventrikel kiri, Jantung juga memiliki tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang
merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium
dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.[1,3]
Kardiovaskular: Fisiologi Jantung
Siklus
jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah.
Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi
(diastolik). Kontraksi dari kedua atrium terjadi secara serentak yang disebut
sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi
ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Daya dorong
ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh
untuk mempertahankan tekanan darah sistemik, ventrikel kanan juga memompakan
darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru
ketika tekanannya lebih rendah.[3,4,5]
Penyakit Jantung Koroner (PJK):
Masalah Kesehatan Dunia
Penyakit Jantung Koroner
(PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau
penghambatan pembuluh arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan
ini, terjadi ketidakseimbangan
antara masukan dan kebutuhan oksigen
otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada
daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.[2,4]
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem
kesehatan utama di negara maju. Laporan WHO memperkirakan 17,5 juta populasi
meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut
mewakili 30 % dari seluruh kematian. Sekitar 80 % dari kematian tersebut
terjadi pada negara – negara berpendapatan rendah dan menengah. Jika trend
tersebut berlanjut, maka di tahun 2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan
meninggal akibat penyakit kardiovaskular (khususnya penyakit jantung koroner).[2]
Di
Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah
dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-8 pada tahun 1986.
Sedangkan sebagai penyebab kematian tetap menduduki peringkat ke-3.[2]
Patogenesis Penyakit Jantung
Koroner (PJK)
Penyakit
jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita.[2] Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total
dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen
perkembangan penyakit ini. Menurut Whelton dkk di amerika (2001)
penyakit jantung koroner memiliki resiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk
terjadinya gagal jantung.[1,3,5]
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Terjadinya penyempitan
arteri koroner dimulai dengan terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri)
maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis
atau tanpa gejala sekalipun. Menurut WHO (1985), aterosklerosis adalah
perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak ( lipid),
komplek karbohidrat, darah, dan jaringan fibrous. Aterosklerosis merupakan
penyebab penyakit jantung koroner yang terbanyak yaitu 98 % sedangkan sisanya akibat spasme dan kelainan
arteri (2%).[1,2]
Petanda Biokimia sebagai Pendeteksi
Penyakit Jantung
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan
troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB.
Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan
asam amino dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan
pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi
risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari,
adalah sama.[2]
Penanda
Aktivasi Trombosit sebagai
Strategi Untuk Mengidentifikasi Aktivitas PJK Sebelum Miokard Nekrosis
Terjadi
Penanda sensitif
dan spesifik miokard- nekrosis sel, terutama troponin jantung
memiliki menjadi alat yang berharga dalam evaluasi pasien
dengan sindrom koroner akut.[6]
Saat ini penanda nekrosis sel
miokard, terutama troponin I dan troponin T
telah banyak digunakan dalam diagnosis cepat penyakit jantung
koroner (PJK).[2,7,6]
Dewasa ini para ilmuwan telah mengembangkan sebuah
perangkat tes darah super kecil, chip dengan panjang 1,4 cm yang diletakkan di
dalam kulit manusia dan dapat mengirimkan hasil rekam melalui ponsel pintar
atau tablet secara nirkabel, yang perangkat itu disebut sistem IronIC ini dapat mendeteksi serangan
jantung beberapa jam lebih dini. Prinsip kerja pemantauannya memanfaatkan
molekul yang terkait dengan otot jantung, yaitu sebuah molekul yang disebut
troponin, yang dilepaskan oleh otot jantung tiga atau empat jam sebelum datangnya
serangan jantung, ketika otot jantung mulai rusak.[7]
Namun, troponin
tidak secara aktif terlibat dalam
patofisiologi PJK, malah sebaliknya, merupakan
penanda pengganti untuk
pembentukan trombus rapuh.[8]
Petanda troponin ini tidak mengukur stabilitas plak koroner, aktivasi leukosit
ataupun trombosit agregasi, yaitu proses yang berkontribusi terhadap peradangan dan terbentuknya
trombosis, karena peradangan dan trombosis adalah faktor penting dalam PJK.[6,8,9]
Pengembangan
penanda ligan
CD40 yang
dapat
mengidentifikasi awal pasien dengan resiko tinggi
lesi aterosklerotik.[6] Dengan
begitu, penanda aktivasi
trombosit (ligan CD40) ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas penyakit PJK
bahkan sebelum miokard
nekrosis terjadi dan dapat memberikan informasi penting untuk diagnostik dan terapeutik
stratifikasi pada pasien PJK lebih dini daripada troponin.[8]
Sedangkan Troponin adalah
penanda dari miokard nekrosis, mereka tidak secara aktif terlibat dalam
patofisiologi sindrom koroner akut,
melainkan, merupakan penanda pengganti untuk pembentukan
dari trombus.[2,6,8,10]
Ligan CD40 (sCD40L) – Solusi Petanda Baru Untuk
Deteksi Risiko Kejadian Kardiovaskular pada PJK
Meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun dapat diambil dari salah satu teori potensial adalah bahwa aktivasi trombosit akan melepaskan sCD40L yang dapat mengontrol selama PJK tidak stabil. Aktivasi platelet di lokasi pecahnya plak
terjadi selama PJK dan ditandai sebagian oleh pembentukan agregat
platelet-Leukocyte.[9] Angka yang lebih tinggi dari
beredarnya agregat platelet-Leukocyte yang
telah ditemukan pada pasien dengan infarc
miocard (MI) atau angina yang tidak stabil dibandingkan dengan pasien yang mengalami
nyeri dada noncardiac atau angina stabil. Selain itu, dalam sirkulasi agregat platelet-Leukocyte akan
meningkat setelah koroner perkutan angioplasti, yaitu
suatu prosedur yang mengganggu
endotelium, yang akan mengakibatkan aktivasi platelet.[6,9]
Aktivasi trombosit dinyatakan sebagai persentase monosit
yang dikumpulkan dengan platelet (agregat monosit-trombosit).[8]
Platelet-monosit (heterotypic)
agregat penting dalam patogenesis lesi aterosklerotik dan tampaknya menjadi penanda awal PJK.[11] Salah satu penanda agregasi platelet yang memainkan peran penting dalam
trombosis dan plak destabilisasi adalah Ligan CD40 (CD40L). CD40L dan CD40 reseptor yang
ditemukan pada berbagai sel, termasuk sel-sel endotel, sel otot polos dan trombosit.[8,9,11]
Pengikatan CD40L dan
CD40 merangsang sel-sel endotel dan sel otot polos untuk
mengekspresikan molekul penting untuk adhesi leukosit, yang menyebabkan aterosklerosis,
termasuk adhesi sel vaskular molekul-1, E-selectin dan intercellular adhesion
molecule-1.[12] Bentuk larut CD40 (sCD40L), dilepaskan setelah stimulasi
trombosit dan menginduksi ekspresi faktor jaringan pada monosit dan sel endotel,
mempercepat proses inflamasi dan mempromosikan koagulasi.[6,11]
Peningkatan kadar sCD40L secara independen
memprediksi risiko kematian masa depan dan berulang
infark miokard (MI) pada pasien dengan PJK.[6]
Ligan
sCD40 dapat langsung
terlibat dalam berbagai cara dalam patofisiologi
PJK. Bukti terbaru menunjukkan
yang larut ligan CD40 memberikan kontribusi penting
dengan perkembangan aterosklerosis dan
akibatnya untuk destabilisasi aterosklerotik
plak dengan menginduksi ekspresi sitokin,
kemokin, faktor pertumbuhan,
metalloproteinase matriks,
dan faktor prokoagulan dalam varietas
jenis sel ateroma terkait.[8,13]
Selain itu, studi eksperimental
menunjukkan bahwa ligan CD40 diperlukan
untuk arteri stabilisasi trombus.
Hasil penelitian menyatakan bukti lebih lanjut bahwa larut
Ligan CD40 adalah penanda aktivitas inflamasi trombotik. Aktivasi platelet, sebagaimana
ditentukan oleh flow cytometry pada pasien dengan PJK, berkorelasi erat dengan larut ligan CD40
tingkat. Temuan ini didukung oleh
fakta bahwa penghambatan glikoprotein IIb / IIIa reseptor
oleh abciximab mencabut peningkatan risiko
pada pasien dengan PJK dan peningkatan tingkat ligan CD40 larut.[8,13,14]
Studi saat ini menyelidiki
korelasi antara tingkat sCD40L awal pada pasien PJK
yang didokumentasikan oleh salah
satu kriteria berikut: bukti elektrokardiografi iskemia miokard
(Perubahan ST-segmen baru atau inversi gelombang T)
atau riwayat penyakit jantung koroner (myocardial
infark, revaskularisasi koroner, latihan positif
stress test, atau stenosis lebih dari 50 persen
dari diameter lumen arteri koroner utama
pada angiogram sebelumnya).
Demografi, termasuk usia, jenis kelamin, diabetes
mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, merokok dan riwayat keluarga penyakit jantung koroner,
dikumpulkan dengan menggunakan komputerisasi bentuk data.[6]
Penilaian
analisis biokimia
Troponin T diukur dengan
electrochemiluminescence
assay enzyme-linked immunosorbent
(Elecsys 2010, Roche Diagnostics), dan C-reaktif
protein diukur dengan nephelometry (Behring
BN II Nephelometer, Dade Behring-),
sedangkan aktivasi trombositnya
dinilai dengan flow cytometry dengan penggunaan
phycoerythrin-glikoprotein IIb terkonjugasi khusus
antibodi monoklonal (CD41, Dako) dan fluorescein
isothiocyanate (FITC)-terkonjugasi, P-selectin-antibodi
monoklonal spesifik (BD PharMingen) dan
pada analisis biokimia Ligan
sCD40, P-selectin yang larut, sensitivitas tinggi
tumor necrosis factor, dan molekul adhesi intraseluler diukur dengan enzim-linked immunosorbent assay (R & D
Systems).
Semua pasien diikuti
selama 30 hari untuk terjadinya kematian atau nonfatal
infark miokard (MI).[6,8,12]
Beberapa studi lain telah meneliti tingkat sCD40L pada
pasien tanpa PJK.
Schonbeck etal, menerbitkan
sebuah studi prospektif kasus kontrol dalam Studi Kesehatan Perempuan (WHS)
dengan kasus dan kontrol adalah usia-dan merokok-cocok dan diikuti selama 4 tahun. Didapatkan
konsentrasi sCD40L pada awal yang lebih tinggi akan berkembang menjadi MI, kecelakaan
serebrovaskular atau kematian serebrovaskular.[6]
Penelitian sebelumnya pada pasien PJK ditemukan bahwa peningkatan kadar sCD40L yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan MI
yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Heeschen dkk. melaporkan bahwa pada pasien dengan PJK atau nyeri dada akut, konsentrasi sCD40L yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian atau
MI pada 6 bulan.[6]
Demikian pula, Varo et al. menerbitkan sebuah studi kasus-kontrol dari 195 kasus
dengan PJK dan 195 kontrol. Pasien yang mengalami satu titik akhir sudah ditentukan
(kematian, MI atau gagal jantung kongestif) memiliki tingkat konsentrasi
sCD40L lebih tinggi dibandingkan kontrol dan lebih memungkinkan untuk mengalami MI
atau komposit kematian.[6]
Dari
suatu studi autopsi pada
pasien dengan
sindrom koroner akut juga diidentifikasi erosi
atau pecahnya tutup berserat plak aterosklerotik,
menyebabkan aktivasi platelet, sebagai mendasari patofisiologi fitur.[6,13]
Sebuah penelitian baru
menunjukkan bukti bahwa ligan CD40 memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit dan
destabilisasi plak. Ligan sCD40 sebagai proinflamasi untuk sel endotel dan mempromosikan koagulasi melalui
induksi ekspresi dari faktor jaringan pada monosit
dan sel endotel.[8] Sistem Ligan CD40 ini didistribusikan secara luas pada berbagai leukocytic
dan sel nonleukocytic, termasuk endotel
dan sel-sel otot halus,
dan diaktifkan trombosit. Ligan CD40 juga terjadi dalam bentuk yang larut
melalui aktivasi biologis dari limfosit yang terangsang dan secara aktif dilepaskan setelah stimulasi trombosit.[8,15]
Tingkat sCD40L Metode-darah diukur pada 909 pasien yang
menjalani angiografi didentifikasi 303 pasien dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang mempunyai
riwayat 1 tahun
penyakit jantung,
303 pasien dengan CAD yang tidak memiliki
riwayat penyakit jantung,
dan 303 pasien tanpa CAD dan tidak memiliki riwayat penyakit
jantung.Pada pasien non-
PJK, tingkat sCD40L yang lebih
tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko CAD.[6]
Data ini
menunjukkan bahwa ligan sCD40 memainkan peranan penting dalam patofisiologi PJK. Peningkatan kadar plasma larut CD40 ligan telah terbukti pada peningkatan risiko untuk
kejadian kardiovaskular.[8]
Peningkatan sCD40 akan terdeteksi dalam serum pasien
dengan PJK yang mengarah pada MI bahkan
kematian.[6,8,15]
Kesimpulan:
Pada pasien dengan penyakit
jantung koroner (PJK), peningkatan
kadar soluble CD40 ligan (sCD40L) berhubungan dengan peningkatan risiko
kejadian kardiovaskular. Ligan sCD40 adalah penanda kuat sebagai prognostik yang memberikan informasi penting
selain troponin T, inflamasi
penanda protein C-reaktif, tumor necrosis factor, dan molekul adhesi intraseluler yang
terlarut.1
Ligan sCD40
andal dalam mengidentifikasi subkelompok pasien dengan
PJK yang beresiko tertinggi
untuk terjadinya komplikasi penyakit
kardiovaskular seperti MI bahkan kematian, dan yang memberi manfaat besar pada diagnosis
dan pengobatan dini
dalam menangani komplikasi kardiovaskular.
Hasil positif
untuk troponin dapat menunjukkan kecenderungan
dari trombus mengalami embolize, menyebabkan miokard
nekrosis, sedangkan ligan sCD40 dalam konsentrasi tinggi pada pasien dengan PJK akan mencerminkan aktivitas trombotik inflamasi dari
lesi dalam mengaktifkan trombosit. Namun, pasien tanpa bukti cedera miokard (yaitu,
hasil negative untuk troponin)
tetapi dengan peningkatan
konsentrasi ligan sCD40 tetap dapat mengalami peningkatan
risiko kejadian kardiovaskular dan diturunkan substansial
manfaat dari pengobatan dengan glikoprotein
IIb / IIIa inhibitor abciximab.
Ligan
sCD40 tidak hanya memberikan
kontribusi penting bagi patofisiologi PJK tetapi juga merupakan penanda klinis yang handal dan kuat
untuk digunakan dalam mengidentifikasi pasien dengan
aterosklerosis yang berisiko tinggi lesi, trombosis koroner, atau keduanya.
Telah terbukti sCD40L meningkat selama iskemia akut dalam menanggapi
agregasi platelet dan aktivasi. Dengan demikian, pengukuran
dari kedua troponin dan ligan sCD40 adalah komponen yang terpisah tetapi berinteraksi yang
mendasari proses patofisiologi pada pasien dengan
sindrom koroner akut, memberikan wawasan penting
dalam aktivitas penyakit, risiko jantung, dan efeknya
dalam penghambatan glikoprotein IIb /
IIIa dengan abciximab yang unggul yang diperoleh dengan
penggunaan penanda tunggal.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Majid. A. Penyakit Jantung Koroner:
Patofisiologi, Pencegahan, Dan Pengobatan Terkini. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara e-Repository, 2008. 54 hal. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang
Ilmu Fisiologi.
2. Repository usu. Universitas Sumatra
Utara e-Repository, 2011. Diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20II.pdf
3.
Ganong, W. F. (1995). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
4.
Campbell, N. A., Reece, J. B., &
Mitchell, L.G Junqueira, Luiz Carlos and JoséCarneiro. 2007. Histologi Dasar. Jakarta: EGC
5. Guyton
And Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC
6.
Rondina et al. Soluble CD40 Ligand as a Predictor
of Coronary Artery Disease and Long-Term Clinical Outcomes in Stable Patients
Undergoing Coronary Angiography. Cardiology. Author manuscript; available in PMC 2011 December
26; Published in final edited form as: Cardiology. 2008 ; 109(3): 196–201.
doi:10.1159/000106683.
7. Chandrataruna.
M, et al. Deteksi
Serangan Jantung dengan Chip.
Teknologi: Viva News, 20 Maret 2013. Diakses dari: http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/398967-deteksi-serangan-jantung-dengan-chip , pada 1 agustus 2013
8.
Heeschen.
C. Soluble CD40 Ligand in Acute Coronary Syndromes. The new england journal of medicine. Available from: http://www.nejm.org at ERASMUS UNIVERSITEIT
MEDISCH BIBLIO on Agustus 8, 2013.
9.
Aurélie S. CD40 Ligand_ Microparticles From Human Atherosclerotic Plaques
Stimulate Endothelial Proliferation and Angiogenesis. Journal of the
American College of Cardiology Vol. 52, No. 16, 2008; Published online by
Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2008.07.032
10. Lindahl
Et Al. Antithrombotic Treatment And
Troponin T. JACC Vol. 29, No. 1, January 1997:43–8
11. Sanguigni
et al. CD40L and Oxidative Stress in
Hypercholesterolemia . Journal of the American College of Cardiology Vol.
45, No. 1, 2005; Published by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2004.09.047;
January 4, 2005:35–42
12. Dominguez-Rodriguez et
al.. Inflammatory Systemic Biomarkers in Setting Acute Coronary
Syndromes-Effects of the Diurnal Variation. Current Drug Targets, 2009,
Vol. 10, No. 10. Bentham
Science Publishers Ltd.
13. Falk.
E. Pathogenesis of Atherosclerosis.
Journal of the American College of Cardiology Vol. 47, No. 8 Suppl C; Published
by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2005.09.068 :C7–12
14. Aukrust
et al. Soluble CD40 Ligand and Platelets: Self-Perpetuating Pathogenic Loop in
Thrombosis and Inflammation.
Journal of the American College of Cardiology Vol. 43, No. 12, 2004;
Published by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2004.03.023
15. Antoniades
et al. CD40/CD40 Ligand and
Atherothrombosis. Journal of the American College of Cardiology Vol. 54,
No. 8, 2009:669–77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar