Selamat Datang di Blog Lembaga Peneliti Muda Kesehatan Aceh (LPMKA)- Hanya dengan terus melakukan penelitian, ilmu dan tekhnologi baru bisa berkembang -...

Kamis, 29 Agustus 2013

Yuk Kenalan dan Mulai membuat Essay Ilmiah!





Apa itu karya tulis essay?
Karya tulis essay adalah salah satu jenis karangan prosa yang memaparkan suatu ide/ gagasan cemerlang penulis dilengkapi argumentasi yang akurat sehingga ide/gagasan dapat dipahami dengan jelas oleh pembaca. Jika pembacanya seorang pejabat pemerintah publik dapat menjadikan karya essay tersebut sebagai referensi dalam menerbitkan kebijakannya. Jika pembacanya masyarakat umum, pola pikirnya dapat terbentuk sesuai dengan ide/gagasan dalam karangan essay sehingga masyarakat dapat memandang jernih atau menyelesaikan persolan-persoalan sejenis yang sedang dihadapinya
.
Seberapa panjang karya essay?
Karena hanya menyampaikan suatu ide/gagasan penulis untuk dikomonikasikan kepada pembaca, panjang karya essay hanya 3 ~ 5 halaman, jika diketik 12 pt, jenis Time New Roman, doble spasi  akan mencapai sekitar 1500 kata. Dalam essay tidak perlu diisi lembar pengesahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, abstrak, atau lampiran-lampiran.  Karangan essay tidak perlu dibuat dengan bab-bab terpisah, misalnya bab pendahuluan, bab tinjauan pustaka, bab metode penulisan/penelitian, bab pembahasan, bab simpulan. Sekali lagi karya essay tidak mewajibkan dibuat dengan bab-bab terpisah
.

Jika tidak berupa bab-bab terpisah, bagaimana struktur karya essay?
Karya essay disusun dalam satu rangkaian alur pengungkapan ide/gagasan. Diawali dengan judul, nama penyusun, identitas singkat penyusun, langsung disambung di bawahnya alinea awal berupa pendahuluan yang didalamnya sekaligus digambarkan latar belakang permasalahan. (Tidak perlu lagi dibuat dengan urutan nomor rumusan masalah atau tujuan seperti biasa dibuat dalam makalah atau karya tulis ilmiah). Setelah bagian pendahuluan langsung disambung dibawahnya dengan alinea sub-sub judul pembahasan berikut penjelasan/argumentasi setiap sub judul. Setelah pembahasan setiap sub judul dianggap sudah selesai ditutup dengan sub judul penutup yang isinya hanya aline penutup berupa penegasan dari ide/gagasan yang hendak disampaikan. Bagian ini dapat juga diartikan sebagai kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam sub-sub judul di atasnya.

Bagaimana praktisnya struktur karya essay?
Struktur karya tulis essay dapat digambarkan secara praktis sebagai berkut.
Judul……(tulis judul singkat tetapi harus menggambarkan isi karangan)
Oleh: …….(tulis nama pengarang)
Identitas…. (tulis identitas singkat penulis, misalnya: kelas XI IPA SMAN 1 Blahbatuh……)

1  Pendahuluan
(Paparkan alasan-alasan yang akurat munculnya permasalahan yang perlu mendapat solusi pemecahan)

2 ………..(Tulis sub judul pembahasan 1)
(Paparkan pembahasan 1 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan memperjelas  pembahasan

3. ………..(Tulis sub judul pembahasan 2)
(Paparkan pembahasan 2 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan memperjelas  pembahasan

4………..(Tulis sub judul pembahasan 3)
(Paparkan pembahasan 3 berupa argumentasi-argumentasi yang akurat dan logis – pemaparan dapat dibuat menjadi beberapa alinea sesuai kebutuhan – dalam satu acuan memperjelas  pembahasan3)

5 dst……….?????? Sama dengan penjelasan di atas lanjutkan ke pembahasan-pembahasan  berikut jika masih diperlukan.

6.  Penutup ……….bagian akhir karya essay ……..
(Paparkan dalam satu atau lebih alinea hanya berisi gagasan penutup. Dapat berupa kesimpulan dari seluruh pembahasan; dapat berupa saran-saran yang perlu dilakukan oleh pihak yang berkaitan; dapat berupa ungkapan harapan-harapan; dapat berupa peringatan-peringatan yang perlu diwaspadai; dan bentuk lain yang sifatnya menutup suatu ide/ gagasan.

Bagaimana penggunaan ragam bahasanya?
Ragam bahasa yang digunakan wajib sesuai dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan harus sesuai dengan EYD. Bahasa standard atau baku Bahasa Indonesia digunakan agar tidak memunculkan penafsiran ganda. Jika ingin menyelipkan kalimat prokem, atau kutipan kalimat/ kata bahasa daerah harus jelas ditandai, misalnya dengan cetak miring atau diapit tanda kutip “……” lebih baik lagi diisi keterangan dalam tanda kurung, misalnya:  “lue atau gue”(Bahasa orang Jakarta)

Apakah perlu daftar pustaka?
Karena karya essay adalah kaya ilmiah popular, daftar pustakan sangat perlu. Hanya saja bentuknya tidak seformal daftar pustaka seperti karya makalah. skripsi, atau KIR (karya ilmiah remaja). Dalam essay, daftar pustaka biasa diisi dengan istilah :
Bahan Bacaan…. (diisi nama pengarang. tahun terbit. judul buku. kota terbitan buku: nama penertbit…. Jika bahan bacaan berupa Koran/majalah, download internet, dll wajib diisi seperti daftar pustaka biasa). Kalimat-kalimat yang dikutip/dipakai acuan dalam tulisan essay cukup diisi identitas pendek di akhir kalimat kutipan (nama, tahun:halaman yang dikutip).
Bahan bacaan sangat penting ditulis karena sebagai ciri karya ilmiah yang harus dilandasi kejujuran dalam kutip-mengutif pernyataan yang bersifat ilmiah/ fakta.

Bagaimana cara praktis menyusun karya essay untuk lomba?
Menurut pengalaman saya, mulai belajar menulis essay untuk kepentingan lomba atau istilahnya sudah ada tema yang harus digarap, langkah pertama harus memahami tema yang dipesankan. Setelah paham dengan tema, mulailah membuka lembaran memory dalam pikiran yang diketahui berkaitan dengan tema untuk menyusun gagasan-gagasan. Untuk mendukung/memperkuat gagasan harus mencari fakta-fakta akurat baik dari buku-buku maupun media massa termasuk browsing di internet. Semua dukungan gagasan yang didapat dari buku atau media lain itu dicatat kalimat/data kutipannya serta identitas sumbernya.

Jika gagasan dan dukungan teori dan fakta-fakta sudah ada, maka langkah berikutnya sebagai penulis pemula sebaiknya menyusun kerangka karangan dengan cara mengurut pokok-pokok gagasan. Langkah berikutnya mematangkan pokok-pokok gagasan. Jika ada yang kurang cocok baik urutan gagasan atau isi gagasan dapat diperbaiki/ dicoret/ diubah sehingga menjadi kerangka karangan yang runut dan beralur logis.


Contoh Essay:


LIGAN CD40 (sCD40L) SEBAGAI DETEKSI DINI RISIKO KEJADIAN KARDIOVASKULAR DI MASA DEPAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
Oleh: Monica Dwi Jalma

Beat Your Life with Your Healthy Heart - Deteksi dini penyakit kardiovaskular
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.[2] Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri, Jantung juga memiliki tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.[1,3]
Kardiovaskular: Fisiologi Jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Kontraksi dari kedua atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik, ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.[3,4,5]
Penyakit Jantung Koroner (PJK): Masalah Kesehatan Dunia
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan  atau  penghambatan  pembuluh  arteri  yang  mengalirkan  darah ke otot jantung. Karena  sumbatan  ini, terjadi  ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan oksigen  otot  jantung  yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga fungsinya terganggu.[2,4]
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di negara maju. Laporan WHO memperkirakan 17,5 juta populasi meninggal akibat penyakit kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut mewakili 30 % dari seluruh kematian. Sekitar 80 % dari kematian tersebut terjadi pada negara – negara berpendapatan rendah dan menengah. Jika trend tersebut berlanjut, maka di tahun 2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardiovaskular (khususnya penyakit jantung koroner).[2]

Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-8 pada tahun 1986. Sedangkan sebagai penyebab kematian tetap menduduki peringkat ke-3.[2]
Patogenesis Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita.[2] Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan penyakit ini. Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit jantung koroner memiliki resiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.[1,3,5]
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Terjadinya penyempitan arteri koroner dimulai dengan terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak (plague) pada dinding  arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun. Menurut WHO (1985), aterosklerosis adalah perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak ( lipid), komplek karbohidrat, darah, dan jaringan fibrous. Aterosklerosis merupakan penyebab penyakit jantung koroner yang terbanyak yaitu 98 %  sedangkan sisanya akibat spasme dan kelainan arteri (2%).[1,2]

Petanda Biokimia sebagai Pendeteksi Penyakit Jantung

Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama.[2]



Penanda Aktivasi Trombosit sebagai Strategi Untuk Mengidentifikasi Aktivitas PJK Sebelum Miokard Nekrosis Terjadi

Penanda sensitif dan spesifik miokard- nekrosis sel, terutama troponin jantung memiliki menjadi alat yang berharga dalam evaluasi pasien dengan sindrom koroner akut.[6] Saat ini penanda nekrosis sel miokard, terutama troponin I dan troponin T telah banyak digunakan dalam diagnosis cepat penyakit jantung koroner (PJK).[2,7,6]

Dewasa ini para ilmuwan telah mengembangkan sebuah perangkat tes darah super kecil, chip dengan panjang 1,4 cm yang diletakkan di dalam kulit manusia dan dapat mengirimkan hasil rekam melalui ponsel pintar atau tablet secara nirkabel, yang perangkat itu disebut sistem IronIC ini dapat mendeteksi serangan jantung beberapa jam lebih dini. Prinsip kerja pemantauannya memanfaatkan molekul yang terkait dengan otot jantung, yaitu sebuah molekul yang disebut troponin, yang dilepaskan oleh otot jantung tiga atau empat jam sebelum datangnya serangan jantung, ketika otot jantung mulai rusak.[7]

Namun, troponin tidak secara aktif terlibat dalam patofisiologi PJK, malah sebaliknya, merupakan penanda pengganti untuk pembentukan trombus rapuh.[8] Petanda troponin ini tidak mengukur stabilitas plak koroner, aktivasi leukosit ataupun trombosit agregasi, yaitu proses yang berkontribusi terhadap peradangan dan terbentuknya trombosis, karena peradangan dan trombosis adalah faktor penting dalam PJK.[6,8,9]

Pengembangan penanda ligan CD40 yang dapat mengidentifikasi awal pasien dengan resiko tinggi lesi aterosklerotik.[6] Dengan begitu, penanda aktivasi trombosit (ligan CD40) ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi aktivitas penyakit PJK bahkan sebelum miokard nekrosis terjadi dan dapat memberikan informasi penting untuk diagnostik dan terapeutik stratifikasi pada pasien PJK lebih dini daripada troponin.[8] Sedangkan Troponin adalah penanda dari miokard nekrosis, mereka tidak secara aktif terlibat dalam patofisiologi sindrom koroner akut, melainkan, merupakan penanda pengganti untuk pembentukan dari trombus.[2,6,8,10]

Ligan CD40 (sCD40L) – Solusi Petanda Baru Untuk Deteksi Risiko Kejadian Kardiovaskular pada PJK

Meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun dapat diambil dari salah satu teori potensial adalah bahwa aktivasi trombosit akan melepaskan sCD40L yang dapat mengontrol selama PJK tidak stabil. Aktivasi platelet di lokasi pecahnya plak terjadi selama PJK dan ditandai sebagian oleh pembentukan agregat platelet-Leukocyte.[9] Angka yang lebih tinggi dari beredarnya agregat platelet-Leukocyte yang telah ditemukan pada pasien dengan infarc miocard (MI) atau angina yang tidak stabil dibandingkan dengan pasien yang mengalami nyeri dada noncardiac atau angina stabil. Selain itu, dalam sirkulasi agregat platelet-Leukocyte akan meningkat setelah koroner perkutan angioplasti, yaitu suatu prosedur yang mengganggu endotelium, yang akan mengakibatkan aktivasi platelet.[6,9]
Aktivasi trombosit dinyatakan sebagai persentase monosit yang dikumpulkan dengan platelet (agregat monosit-trombosit).[8] Platelet-monosit (heterotypic) agregat penting dalam patogenesis lesi aterosklerotik dan tampaknya menjadi penanda awal PJK.[11] Salah satu penanda agregasi platelet yang memainkan peran penting dalam trombosis dan plak destabilisasi adalah Ligan CD40 (CD40L). CD40L dan CD40 reseptor yang ditemukan pada berbagai sel, termasuk sel-sel endotel, sel otot polos dan trombosit.[8,9,11]
Pengikatan CD40L dan CD40 merangsang sel-sel endotel dan sel otot polos untuk mengekspresikan molekul penting untuk adhesi leukosit, yang menyebabkan aterosklerosis, termasuk adhesi sel vaskular molekul-1, E-selectin dan intercellular adhesion molecule-1.[12] Bentuk larut CD40 (sCD40L), dilepaskan setelah stimulasi trombosit dan menginduksi ekspresi faktor jaringan pada monosit dan sel endotel, mempercepat proses inflamasi dan mempromosikan koagulasi.[6,11] Peningkatan kadar sCD40L secara independen memprediksi risiko kematian masa depan dan berulang infark miokard (MI) pada pasien dengan PJK.[6]
Ligan sCD40 dapat langsung terlibat dalam berbagai cara dalam patofisiologi PJK. Bukti terbaru menunjukkan yang larut ligan CD40 memberikan kontribusi penting dengan perkembangan aterosklerosis dan akibatnya untuk destabilisasi aterosklerotik plak dengan menginduksi ekspresi sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, metalloproteinase matriks, dan faktor prokoagulan dalam varietas jenis sel ateroma terkait.[8,13]
Selain itu, studi eksperimental menunjukkan bahwa ligan CD40 diperlukan untuk arteri stabilisasi trombus. Hasil penelitian menyatakan bukti lebih lanjut bahwa larut Ligan CD40 adalah penanda aktivitas inflamasi trombotik. Aktivasi platelet, sebagaimana ditentukan oleh flow cytometry pada pasien dengan PJK, berkorelasi erat dengan larut ligan CD40 tingkat. Temuan ini didukung oleh fakta bahwa penghambatan glikoprotein IIb / IIIa reseptor oleh abciximab mencabut peningkatan risiko pada pasien dengan PJK dan peningkatan tingkat ligan CD40 larut.[8,13,14]
Studi saat ini menyelidiki korelasi antara tingkat sCD40L awal pada pasien PJK yang didokumentasikan oleh salah satu kriteria berikut: bukti elektrokardiografi iskemia miokard (Perubahan ST-segmen baru atau inversi gelombang T) atau riwayat penyakit jantung koroner (myocardial infark, revaskularisasi koroner, latihan positif stress test, atau stenosis lebih dari 50 persen dari diameter lumen arteri koroner utama pada angiogram sebelumnya). Demografi, termasuk usia, jenis kelamin, diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, merokok dan riwayat keluarga penyakit jantung koroner, dikumpulkan dengan menggunakan komputerisasi bentuk data.[6]
Penilaian analisis biokimia Troponin T diukur dengan electrochemiluminescence assay enzyme-linked immunosorbent (Elecsys 2010, Roche Diagnostics), dan C-reaktif protein diukur dengan nephelometry (Behring BN II Nephelometer, Dade Behring-), sedangkan aktivasi trombositnya dinilai dengan flow cytometry dengan penggunaan phycoerythrin-glikoprotein IIb terkonjugasi khusus antibodi monoklonal (CD41, Dako) dan fluorescein isothiocyanate (FITC)-terkonjugasi, P-selectin-antibodi monoklonal spesifik (BD PharMingen) dan pada analisis biokimia Ligan sCD40, P-selectin yang larut, sensitivitas tinggi tumor necrosis factor, dan molekul adhesi intraseluler diukur dengan enzim-linked immunosorbent assay (R & D Systems). Semua pasien diikuti selama 30 hari untuk terjadinya kematian atau nonfatal infark miokard (MI).[6,8,12]
Beberapa studi lain telah meneliti tingkat sCD40L pada pasien tanpa PJK. Schonbeck etal, menerbitkan sebuah studi prospektif kasus kontrol dalam Studi Kesehatan Perempuan (WHS) dengan kasus dan kontrol adalah usia-dan merokok-cocok dan diikuti selama 4 tahun. Didapatkan konsentrasi sCD40L pada awal yang lebih tinggi akan berkembang menjadi MI, kecelakaan serebrovaskular atau kematian serebrovaskular.[6]
Penelitian sebelumnya pada pasien PJK ditemukan bahwa peningkatan kadar sCD40L yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dan MI yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Heeschen dkk. melaporkan bahwa pada pasien dengan PJK atau nyeri dada akut, konsentrasi sCD40L yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian atau MI pada 6 bulan.[6]
Demikian pula, Varo et al. menerbitkan sebuah studi kasus-kontrol dari 195 kasus dengan PJK dan 195 kontrol. Pasien yang mengalami satu titik akhir sudah ditentukan (kematian, MI atau gagal jantung kongestif) memiliki tingkat konsentrasi sCD40L lebih tinggi dibandingkan kontrol dan lebih memungkinkan  untuk mengalami MI atau komposit kematian.[6]
Dari suatu studi autopsi pada pasien dengan sindrom koroner akut juga diidentifikasi erosi atau pecahnya tutup berserat plak aterosklerotik, menyebabkan aktivasi platelet, sebagai mendasari patofisiologi fitur.[6,13]
Sebuah penelitian baru menunjukkan bukti bahwa ligan CD40 memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit dan destabilisasi plak. Ligan sCD40 sebagai proinflamasi untuk sel endotel dan mempromosikan koagulasi melalui induksi ekspresi dari faktor jaringan pada monosit dan sel endotel.[8] Sistem Ligan CD40 ini didistribusikan secara luas pada berbagai leukocytic dan sel nonleukocytic, termasuk endotel dan sel-sel otot halus, dan diaktifkan trombosit. Ligan CD40 juga terjadi dalam bentuk yang larut melalui aktivasi biologis dari limfosit yang terangsang dan secara aktif dilepaskan setelah stimulasi trombosit.[8,15]
Tingkat sCD40L Metode-darah diukur pada 909 pasien yang menjalani angiografi didentifikasi 303 pasien dengan penyakit arteri koroner (CAD) yang mempunyai riwayat 1 tahun penyakit jantung, 303 pasien dengan CAD yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung, dan 303 pasien tanpa CAD dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung.Pada pasien non- PJK, tingkat sCD40L yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan risiko CAD.[6]
Data ini menunjukkan bahwa ligan sCD40 memainkan peranan penting dalam patofisiologi PJK. Peningkatan kadar plasma larut CD40 ligan telah terbukti pada peningkatan risiko untuk kejadian kardiovaskular.[8] Peningkatan sCD40 akan terdeteksi dalam serum pasien dengan PJK yang mengarah pada MI bahkan kematian.[6,8,15]

Kesimpulan:

Pada pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK), peningkatan kadar soluble CD40 ligan (sCD40L) berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular. Ligan sCD40 adalah penanda kuat sebagai prognostik yang memberikan informasi penting selain troponin T, inflamasi penanda protein C-reaktif, tumor necrosis factor, dan molekul adhesi intraseluler yang terlarut.1 Ligan sCD40 andal dalam mengidentifikasi subkelompok pasien dengan PJK yang beresiko tertinggi untuk terjadinya komplikasi penyakit kardiovaskular seperti MI bahkan kematian, dan yang memberi manfaat besar pada diagnosis dan pengobatan dini dalam menangani komplikasi kardiovaskular.

Hasil positif untuk troponin dapat menunjukkan kecenderungan dari trombus mengalami embolize, menyebabkan miokard nekrosis, sedangkan ligan sCD40 dalam konsentrasi tinggi pada pasien dengan PJK akan mencerminkan aktivitas trombotik inflamasi dari lesi dalam mengaktifkan trombosit.  Namun, pasien tanpa bukti cedera miokard (yaitu, hasil negative untuk troponin) tetapi dengan peningkatan konsentrasi ligan sCD40 tetap dapat mengalami peningkatan risiko kejadian kardiovaskular dan diturunkan substansial manfaat dari pengobatan dengan glikoprotein IIb / IIIa inhibitor abciximab.

Ligan sCD40 tidak hanya memberikan kontribusi penting bagi patofisiologi PJK tetapi juga merupakan penanda klinis yang handal dan kuat untuk digunakan dalam mengidentifikasi pasien dengan aterosklerosis yang berisiko tinggi lesi, trombosis koroner, atau keduanya.

Telah terbukti sCD40L meningkat selama iskemia akut dalam menanggapi agregasi platelet dan aktivasi. Dengan demikian, pengukuran dari kedua troponin dan ligan sCD40 adalah komponen yang terpisah tetapi berinteraksi yang mendasari proses patofisiologi pada pasien dengan sindrom koroner akut, memberikan wawasan penting dalam aktivitas penyakit, risiko jantung, dan efeknya dalam penghambatan glikoprotein IIb / IIIa dengan abciximab yang unggul yang diperoleh dengan penggunaan penanda tunggal.





DAFTAR PUSTAKA
1.      Majid. A. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, Dan Pengobatan Terkini. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara e-Repository, 2008. 54 hal. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Fisiologi.

2.      Repository usu. Universitas Sumatra Utara e-Repository, 2011. Diakses dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20II.pdf

3.      Ganong, W. F. (1995). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

4.      Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L.G Junqueira, Luiz Carlos and JoséCarneiro. 2007. Histologi  Dasar. Jakarta: EGC

5.      Guyton And Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

6.      Rondina et al. Soluble CD40 Ligand as a Predictor of Coronary Artery Disease and Long-Term Clinical Outcomes in Stable Patients Undergoing Coronary Angiography. Cardiology. Author manuscript; available in PMC 2011 December 26; Published in final edited form as: Cardiology. 2008 ; 109(3): 196–201. doi:10.1159/000106683.

7.      Chandrataruna. M, et al. Deteksi Serangan Jantung dengan Chip. Teknologi: Viva News, 20 Maret 2013. Diakses dari: http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/398967-deteksi-serangan-jantung-dengan-chip , pada 1 agustus 2013
8.      Heeschen. C. Soluble CD40 Ligand in Acute Coronary Syndromes. The new england journal of medicine. Available from: http://www.nejm.org at ERASMUS UNIVERSITEIT MEDISCH BIBLIO on Agustus 8, 2013.


9.      Aurélie S. CD40 Ligand_ Microparticles From Human Atherosclerotic Plaques Stimulate Endothelial Proliferation and Angiogenesis. Journal of the American College of Cardiology Vol. 52, No. 16, 2008; Published online by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2008.07.032

10.  Lindahl Et Al. Antithrombotic Treatment And Troponin T. JACC Vol. 29, No. 1, January 1997:43–8

11.  Sanguigni et al. CD40L and Oxidative Stress in Hypercholesterolemia . Journal of the American College of Cardiology Vol. 45, No. 1, 2005; Published by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2004.09.047; January 4, 2005:35–42

12.  Dominguez-Rodriguez et al.. Inflammatory Systemic Biomarkers in Setting Acute Coronary Syndromes-Effects of the Diurnal Variation. Current Drug Targets, 2009, Vol. 10, No. 10. Bentham Science Publishers Ltd.

13.  Falk. E. Pathogenesis of Atherosclerosis. Journal of the American College of Cardiology Vol. 47, No. 8 Suppl C; Published by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2005.09.068 :C7–12

14.  Aukrust et al. Soluble CD40 Ligand and Platelets: Self-Perpetuating Pathogenic Loop in Thrombosis and Inflammation. Journal of the American College of Cardiology Vol. 43, No. 12, 2004; Published by Elsevier Inc. doi:10.1016/j.jacc.2004.03.023

15.  Antoniades et al. CD40/CD40 Ligand and Atherothrombosis. Journal of the American College of Cardiology Vol. 54, No. 8, 2009:669–77

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar