POTENSI VITAMIN D UNTUK MENEKAN
EFEK AUTOIMUN PADA ARTRITIS REUMATOID
Oleh:
Monica Dwi Jalma
Artritis
Reumatoid – Against Rheumatism for Better
Future
Tulang
merupakan salah satu sistim tubuh yang berperan penting bagi manusia. Fungsi
utamanya yaitu sebagai penopang tubuh. Hubungan
antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya disebut sendi (artikulasi).
Sendi dibentuk dari kartilago yang berada di daerah sendi. Jika terjadi
gangguan di sistim ini, kualitas hidup akan meurun drastis. Artritis Reumatoid
(AR) adalah salah satu penyakit kerusakan sendi yang menyebabkan pembengkakan
dan peradangan jaringan sinovium pada sendi. Jaringan sinovial bertanggung
jawab untuk memproduksi cairan sinovial yang dibutuhkan sebagai pergerakan sendi
yang normal. Pada AR ini, jaringan sinovial di dalam sendi rusak ketika mereka
diserang oleh sistem kekebalan tubuh itu sendiri yang dikenal dengan penyakit
autoimun. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular,
infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan adanya komorbiditas.1 Menegakan
diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progesifitas
penyakit, sebaliknya apabila penderita AR tidak mendapatkan terapi yang
adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan disabilitas.1
Artritis Reumatoid: Masalah
Kesehatan Dunia
Arthritis
rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, namun kesadaran masyarakat
mengenai kesehtan tulang dan sendi masih rendah. Pada kebanyakan populasi di
dunia, prevalensi AR relative konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi
yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing sebesar
5,3% dan 6,8%. 2 Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina
prevalensinya kurang dari 0,4%. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN
Ciptomangunkusumo Jakarta, kasus AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru
tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 disapatkan sebanyak 203 kasus
AR dari jumlah seluru kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). 3 Prevalensi
AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan
rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian
tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.3
Patofisiologi Penyakit Artritis
Reumatoid (AR)
Kerusakan
sendi pada AR dimulai dari proliferai makrofag dan fibroblas sinovial setelah
adanya faktor pencetus, salah satunya berupa autoimun. Limfosit menginfiltrasi
daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya
terjadi neovaskulariasi.4 Pemuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami
oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadinya pertumbuhan
yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.1 Inflamasi
AR berlangsung terus-menerus dan menyebar ke struktur-struktur sendi dan
sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi. Ligamentum dan
tendon meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel darah putih,
pengaktivan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan parut.
Peradangan kronik akan menyebabkan membran sinovium hipertrofi dan menebal
sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan
respons peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal kemudian dilapisi oleh
jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses
ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.1,4
Patogenesis Artritis Reumatoid
Arthritis rheumatoid adalah
penyakit peradangan kronik yang menyebabkan degenerasi jaringan ikat.
Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi secara terus-menerus terutama pada organ
sinovium dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya. Inflamasi menyebabkan pelepasan
berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki fungsi antara lain memelihara
keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun, infeksi, kerusakan, perbaikan
jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang membeku dan proses
penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat, kelebihan sitokin dapat
menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat inflamasi AR. Sitokin yang
berperan penting pada AR yaitu proinflamasi yang terdiri dari IL-1, IL-6, TNF-α
dan juga dapat terjadi peningkatan NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan
kerusakan sendi dan berbagai manifestasi sistemik.1,4,5
Bagan
Patogenesis dari penyakit Artritis Reumatoid (AR) :
Destruksi
yang terjadi pada tulang menyebabkan kelemahan tendon dan ligamen, perubahan
struktur tulang dan deformitas sendi sehingga mempengaruhi aktivitas harian dan
menghilangkan fungsi normal sendi.4 Tahap lebih lanjut, terjadi
kehilangan struktur artikular kartilago dan menghasilkan instabilitas terhadap
fungsi penekanan sendi, menyebabkan aktivitas otot tertekan oleh destruksi
tulang, lebih jauh menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sendi yang
bersifat ireversibel dan dapat terjadi perubahan degeneratif terutama pada
densitas sendi. Destruksi dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi secara
signifikan, ditandai dengan ketidak stabilan sendi.1,4
Masalah dan Penanganan Artritis Reumatoid
(AR)
Artritis
Reumatoid (AR) adalah kronis autoimun, penyakit
inflamasi sistemik dari etiologi tidak diketahui ditandai dengan peradangan
sendi terus-menerus yang mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif,
deformitas sendi, dan cacat fisik.5 AR dapat mempengaruhi
organ-organ lain dan juga dapat menyebabkan peningkatan risiko untuk kematian
dini. Harapan hidup rata-rata pasien AR yang mengalami penurunan sebesar 3
sampai 18 tahun dibandingkan dengan usia dan jenis kelamin kontrol cocok. Kerusakan
pada tulang dan tulang rawan yang disebabkan oleh sinovitis episodik intens di
AR dapat dikaitkan dengan berbagai mediator proinflamasi kuat dikenal sebagai
sitokin yang mencakup interleukin -1 (IL-1), tumor necrosis factor-a (TNF-a).4,6
Penghambatan
Interleukin-1 (IL-1) yang berlebih sebagai strategi pengobatan Artritis
Reumatoid (AR)
IL-1 adalah salah satu sitokin proinflamasi yang dimiliki sel
imun sebagai respon kekebalan tubuh dan juga memiliki kemampuan untuk mengatur
ekspresi sendiri dengan autoinduktion. Sel utama yang menghasilkan IL-1 adalah
makrofag, begitu juga dengan TNF-a juga dihasilkan oleh sel makrofag. IL-1 dan
TNF-a sangat berlimpah dalam profil sitokin dari lapisan sinovial dari sendi.
Sebagai akibat dari efek potensial pada mediasi kerusakan sendi. 6
IL-1 juga berperan besar dalam patogenesis AR. Bukti
mendukung fakta bahwa tingkat aktivitas penyakit pada AR dan perkembangan
kerusakan sendi berkorelasi dengan tingkat plasma dan cairan sinovial dari
IL-1.7
IL-1 merangsang prostaglandin E2, oksida nitrat, dan metalloproteases matriks,
yang mempromosikan degradasi bersama. Selain itu, IL-1 juga menghambat perbaikan
dari sintesis kolagen. IL-1 merupakan pirogen endogen, mengatur sistem
kekebalan tubuh secara sistemik dan lokal pada penyakit akut dan kronis,
menambah aktivasi limfosit T dan B, penyebab makrofag untuk melepaskan enzim
proteolitik dan faktor kemotaktik dan juga merangsang osteoklas menyerap
tulang.8
Ekspresi gen IL-1 dapat dirangsang oleh berbagai jenis interaksi sel salah
satunya yaitu sitokin proinflamasi seperti TNF-a atau oleh aksi autokrin maupun
parakrin dari IL-1 itu sendiri.6,7,8
Vitamin D – Solusi Baru Untuk
Menekan Efek Autoimun pada Artritis Reumatoid (AR)
Perkembangan terbaru dalam penanganan AR ini adalah dengan
penghambatan sitokin proinflamasi yang salah satunya interleukin-1 (IL-1) yang
berlebihan pada penderita AR.6 Dengan penggunaan vitamin D juga diharapkan dapat mengatasi
masalah-masalah di atas. Vitamin D telah dikenal luas sebagai unsur penting
bagi kesehatan tulang. Bila kekurangan vitamin ini, akan meningkatkan risiko
menderita beragam penyakit mulai dari keropos tulang, kanker usus dan problem
kekebalan tubuh. Selain penyakit tersebut, para ahli juga mengindikasikan bahwa
vitamin D berkaitan dengan penyakit AR. Indikasi tersebut terlihat dengan
tingginya kasus defisiensi vitamin D pada pasien yang dirawat di klinik
rheumatologi.
Seperti
dilaporkan peneliti Irlandia, hampir tiga perempat pasien yang dirawat di
klinik rheumatologi, dengan keluhan bervariasi seperti sakit otot, sendi,
tulang dan tendon, ternyata mengalami kekurangan asupan vitamin D. Pernyataan dr.Muhammad
Haroon dan rekannya dari South Infirmary-Victoria University Hospital, Cork,
membuat kesimpulan tersebut setelah meneliti kasus defisiensi vitamin D pada
pasien baru di klinik mereka bulan Januari hingga June 2007. Hasil riset mereka
juga dipresentasikan dalam Liga Uni Eropa Melawan Rheumatik 2008 di Paris. Dari
264 pasien yang didata pada periode ini, 231 pasien di nya setuju untuk
dijadikan responden serta menjalani beragam metode pengukuran vitamin D. Secara
keseluruhan, Dr Haroon menemukan162 pasien (70 persen) yang memiliki kadar
vitamin D rendah dan 26 persen di nya dalam kondisi yang parah. Perbedaan kecil
terlihat dalam hasl persentase pasien muda dan pasien tua yang mengalami
defisiensi. Defisiensi yang parah berpengaruh signifikan pada prosentase pasien
yang mengalami beragam keluhan seperti penyakit radang senndi, rheumatik,
arthritis, sakit pinggang, dan osteoporosis. Menurut Haroon, defisiensi vitamin
D yang parah akan meningkatkan risiko keropos tulang atau osteoporosis dan
pelembutan tulang (osteomalacia). Sementara itu, defisiensi yang ringan hingga
sedang akan menimbulkan keluhan-keluhan rheumatik yang tidak spesfik.
Bentuk aktif
vitamin D yaitu
25-dihydroxyvitamin D3, dikenal perannya sebagai
agen penting dalam pembentukan tulang.
Selain berperan dalam
homeostasis tulang, vitamin
D ternyata juga dapat
berperan sebagai imunomodulator untuk berbagai
sel imun. Hal
ini disebabkan adanya
reseptor vitamin D
(VDr) yang diekspresikan
oleh membran sel di
berbagai sel imun
tubuh. Reseptor ini
akan memfasilitasi modulasi
ekspresi gen oleh vitamin D.9 Cara vitamin D menekan respon sistem
imun tubuh sebenarnya masih belum bisa dijelaskan dengan memuaskan. Namun, ada
beberapa teori yang dapat memberikan gambaran efek vitamin D berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dilaksanakan.6,9,10
Studi
in vitro menunjukan bahwa vitamin D3
menghambat produksi sitokin yang dapat menghambat efek sitotoksik.9,10
Studi ini didukung juga berdasarkan studi di Mexico (Puertta-Guardo et al, 2012), pemberian vitamin D
terbukti bekerja lebih efektif untuk mengurangi efek sitotoksik yang berlebih
melalui penurunan kadar sitokin proinflamasi.11 Efek autoimun yang
berlebih juga dapat ditekan melalui perangsangan produksi sel T regulator
(Treg) oleh vitamin D3.12,13
Dengan
menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1, dapat menginduksi sel T regulator. Sel T regulator
(Treg) adalah subset unik dari sel T helper CD4+ yang mengontrol
respon sel T efektor untuk mencegah reaksi autoimun. Aktivasi Treg
menghasilkan sitokin anti-inflamasi IL-10 dan TGFβ, sehingga menekan perkembangan
reaksi imun fungsional. Diferensiasi Treg diinduksi oleh TGFβ namun terhambat
dengan hadirnya sitokin proinflamasi.13,14
Kesimpulan
:
Berdasarkan
studi pustaka dan bukti penelitian di atas, vitamin D terbukti memiliki potensi
kuat untuk mengurangi efek
sitotoksik yang berlebih melalui penurunan kadar sitokin proinflamasi (IL-1,
IL-6, dan TNF-a). Berbagai
studi juga mendukung bahwa peran sentral IL-1 dalam patogenesis AR karena itu,
penghambatan tindakan proinflamasi IL-1 sangat penting dalam mencegah mekanisme
inisiasi di AR. Vitamin D juga terbukti dapat menurunkan
efek autoimun yang berlebih melalui perangsangan produksi sel T regulator
(Treg). Oleh karena itu, ada baiknya dilakukan studi lebih jauh dan dalam
dengan skala yang lebih besar guna mengevaluasi manfaat pemberian vitamin D terhadap
penekanan efek autoimun pada AR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar