Selamat Datang di Blog Lembaga Peneliti Muda Kesehatan Aceh (LPMKA)- Hanya dengan terus melakukan penelitian, ilmu dan tekhnologi baru bisa berkembang -...

Minggu, 17 November 2013

Contoh Essai Ilmiah 1: POTENSI VITAMIN D UNTUK MENEKAN EFEK AUTOIMUN PADA ARTRITIS REUMATOID


POTENSI VITAMIN D UNTUK MENEKAN EFEK AUTOIMUN PADA ARTRITIS REUMATOID
Oleh: Monica Dwi Jalma
Artritis Reumatoid – Against Rheumatism for Better Future
Tulang merupakan salah satu sistim tubuh yang berperan penting bagi manusia. Fungsi utamanya yaitu sebagai penopang tubuh. Hubungan  antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya disebut sendi (artikulasi). Sendi dibentuk dari kartilago yang berada di daerah sendi. Jika terjadi gangguan di sistim ini, kualitas hidup akan meurun drastis. Artritis Reumatoid (AR) adalah salah satu penyakit kerusakan sendi yang menyebabkan pembengkakan dan peradangan jaringan sinovium pada sendi. Jaringan sinovial bertanggung jawab untuk memproduksi cairan sinovial yang dibutuhkan sebagai pergerakan sendi yang normal. Pada AR ini, jaringan sinovial di dalam sendi rusak ketika mereka diserang oleh sistem kekebalan tubuh itu sendiri yang dikenal dengan penyakit autoimun. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan adanya komorbiditas.1 Menegakan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progesifitas penyakit, sebaliknya apabila penderita AR tidak mendapatkan terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan disabilitas.1


 Artritis Reumatoid: Masalah Kesehatan Dunia
Arthritis rheumatoid masih menjadi masalah kesehatan dunia, namun kesadaran masyarakat mengenai kesehtan tulang dan sendi masih rendah. Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relative konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%. 2 Sedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta, kasus AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 disapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluru kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). 3 Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.3

Patofisiologi Penyakit Artritis Reumatoid (AR)
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferai makrofag dan fibroblas sinovial setelah adanya faktor pencetus, salah satunya berupa autoimun. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskulariasi.4 Pemuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadinya pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.1 Inflamasi AR berlangsung terus-menerus dan menyebar ke struktur-struktur sendi dan sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi. Ligamentum dan tendon meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel darah putih, pengaktivan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan jaringan parut. Peradangan kronik akan menyebabkan membran sinovium hipertrofi dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respons peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.1,4

Patogenesis Artritis Reumatoid
Arthritis rheumatoid adalah penyakit peradangan kronik yang menyebabkan degenerasi jaringan ikat. Peradangan (inflamasi) pada AR terjadi secara terus-menerus terutama pada organ sinovium dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya. Inflamasi menyebabkan pelepasan berbagai protein sitokin. Sitokin memiliki fungsi antara lain memelihara keseimbangan tubuh selama terjadi respon imun, infeksi, kerusakan, perbaikan jaringan, membersihkan jaringan mati, darah yang membeku dan proses penyembuhan. Jika produksi sitokin meningkat, kelebihan sitokin dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sendi saat inflamasi AR. Sitokin yang berperan penting pada AR yaitu proinflamasi yang terdiri dari IL-1, IL-6, TNF-α dan juga dapat terjadi peningkatan NO. Nitrit oksida, diketahui dapat menyebabkan kerusakan sendi dan berbagai manifestasi sistemik.1,4,5
Bagan Patogenesis dari penyakit Artritis Reumatoid (AR) :
Destruksi yang terjadi pada tulang menyebabkan kelemahan tendon dan ligamen, perubahan struktur tulang dan deformitas sendi sehingga mempengaruhi aktivitas harian dan menghilangkan fungsi normal sendi.4 Tahap lebih lanjut, terjadi kehilangan struktur artikular kartilago dan menghasilkan instabilitas terhadap fungsi penekanan sendi, menyebabkan aktivitas otot tertekan oleh destruksi tulang, lebih jauh menyebabkan perubahan struktur dan fungsi sendi yang bersifat ireversibel dan dapat terjadi perubahan degeneratif terutama pada densitas sendi. Destruksi dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan sendi secara signifikan, ditandai dengan ketidak stabilan sendi.1,4

Masalah dan Penanganan Artritis Reumatoid (AR)
Artritis Reumatoid (AR) adalah kronis autoimun, penyakit inflamasi sistemik dari etiologi tidak diketahui ditandai dengan peradangan sendi terus-menerus yang mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif, deformitas sendi, dan cacat fisik.5 AR dapat mempengaruhi organ-organ lain dan juga dapat menyebabkan peningkatan risiko untuk kematian dini. Harapan hidup rata-rata pasien AR yang mengalami penurunan sebesar 3 sampai 18 tahun dibandingkan dengan usia dan jenis kelamin kontrol cocok. Kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang disebabkan oleh sinovitis episodik intens di AR dapat dikaitkan dengan berbagai mediator proinflamasi kuat dikenal sebagai sitokin yang mencakup interleukin -1 (IL-1), tumor necrosis factor-a (TNF-a).4,6

Penghambatan Interleukin-1 (IL-1) yang berlebih sebagai strategi pengobatan Artritis Reumatoid (AR)
IL-1 adalah salah satu sitokin proinflamasi yang dimiliki sel imun sebagai respon kekebalan tubuh dan juga memiliki kemampuan untuk mengatur ekspresi sendiri dengan autoinduktion. Sel utama yang menghasilkan IL-1 adalah makrofag, begitu juga dengan TNF-a juga dihasilkan oleh sel makrofag. IL-1 dan TNF-a sangat berlimpah dalam profil sitokin dari lapisan sinovial dari sendi. Sebagai akibat dari efek potensial pada mediasi kerusakan sendi. 6
IL-1 juga berperan besar dalam patogenesis AR. Bukti mendukung fakta bahwa tingkat aktivitas penyakit pada AR dan perkembangan kerusakan sendi berkorelasi dengan tingkat plasma dan cairan sinovial dari IL-1.7 IL-1 merangsang prostaglandin E2, oksida nitrat, dan metalloproteases matriks, yang mempromosikan degradasi bersama. Selain itu, IL-1 juga menghambat perbaikan dari sintesis kolagen. IL-1 merupakan pirogen endogen, mengatur sistem kekebalan tubuh secara sistemik dan lokal pada penyakit akut dan kronis, menambah aktivasi limfosit T dan B, penyebab makrofag untuk melepaskan enzim proteolitik dan faktor kemotaktik dan juga merangsang osteoklas menyerap tulang.8 Ekspresi gen IL-1 dapat dirangsang oleh berbagai jenis interaksi sel salah satunya yaitu sitokin proinflamasi seperti TNF-a atau oleh aksi autokrin maupun parakrin dari IL-1 itu sendiri.6,7,8

Vitamin D – Solusi Baru Untuk Menekan Efek Autoimun pada Artritis Reumatoid (AR)
Perkembangan terbaru dalam penanganan AR ini adalah dengan penghambatan sitokin proinflamasi yang salah satunya interleukin-1 (IL-1) yang berlebihan pada penderita AR.6 Dengan penggunaan  vitamin D juga diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah di atas. Vitamin D telah dikenal luas sebagai unsur penting bagi kesehatan tulang. Bila kekurangan vitamin ini, akan meningkatkan risiko menderita beragam penyakit mulai dari keropos tulang, kanker usus dan problem kekebalan tubuh. Selain penyakit tersebut, para ahli juga mengindikasikan bahwa vitamin D berkaitan dengan penyakit AR. Indikasi tersebut terlihat dengan tingginya kasus defisiensi vitamin D pada pasien yang dirawat di klinik rheumatologi.
Seperti dilaporkan peneliti Irlandia, hampir tiga perempat pasien yang dirawat di klinik rheumatologi, dengan keluhan bervariasi seperti sakit otot, sendi, tulang dan tendon, ternyata mengalami kekurangan asupan vitamin D. Pernyataan dr.Muhammad Haroon dan rekannya dari South Infirmary-Victoria University Hospital, Cork, membuat kesimpulan tersebut setelah meneliti kasus defisiensi vitamin D pada pasien baru di klinik mereka bulan Januari hingga June 2007. Hasil riset mereka juga dipresentasikan dalam Liga Uni Eropa Melawan Rheumatik 2008 di Paris. Dari 264 pasien yang didata pada periode ini, 231 pasien di nya setuju untuk dijadikan responden serta menjalani beragam metode pengukuran vitamin D. Secara keseluruhan, Dr Haroon menemukan162 pasien (70 persen) yang memiliki kadar vitamin D rendah dan 26 persen di nya dalam kondisi yang parah. Perbedaan kecil terlihat dalam hasl persentase pasien muda dan pasien tua yang mengalami defisiensi. Defisiensi yang parah berpengaruh signifikan pada prosentase pasien yang mengalami beragam keluhan seperti penyakit radang senndi, rheumatik, arthritis, sakit pinggang, dan osteoporosis. Menurut Haroon, defisiensi vitamin D yang parah akan meningkatkan risiko keropos tulang atau osteoporosis dan pelembutan tulang (osteomalacia). Sementara itu, defisiensi yang ringan hingga sedang akan menimbulkan keluhan-keluhan rheumatik yang tidak spesfik.
Bentuk  aktif  vitamin  D yaitu 25-dihydroxyvitamin D3, dikenal  perannya  sebagai  agen  penting  dalam pembentukan  tulang.  Selain  berperan  dalam  homeostasis  tulang,  vitamin  D ternyata  juga  dapat  berperan  sebagai  imunomodulator untuk  berbagai  sel  imun.  Hal  ini  disebabkan  adanya  reseptor  vitamin  D  (VDr)  yang  diekspresikan  oleh membran  sel  di  berbagai  sel  imun  tubuh.  Reseptor  ini  akan  memfasilitasi modulasi ekspresi gen oleh vitamin D.9 Cara vitamin D menekan respon sistem imun tubuh sebenarnya masih belum bisa dijelaskan dengan memuaskan. Namun, ada beberapa teori yang dapat memberikan gambaran efek vitamin D berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaksanakan.6,9,10
            Studi in vitro menunjukan bahwa vitamin D3 menghambat produksi sitokin yang dapat menghambat efek sitotoksik.9,10 Studi ini didukung juga berdasarkan studi di Mexico (Puertta-Guardo et al, 2012), pemberian vitamin D terbukti bekerja lebih efektif untuk mengurangi efek sitotoksik yang berlebih melalui penurunan kadar sitokin proinflamasi.11 Efek autoimun yang berlebih juga dapat ditekan melalui perangsangan produksi sel T regulator (Treg) oleh vitamin D3.12,13
Dengan menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1, dapat  menginduksi sel T regulator. Sel T regulator (Treg) adalah subset unik dari sel T helper CD4+ yang mengontrol respon sel T  efektor untuk mencegah reaksi autoimun. Aktivasi Treg menghasilkan sitokin anti-inflamasi IL-10 dan TGFβ, sehingga menekan perkembangan reaksi imun fungsional. Diferensiasi Treg diinduksi oleh TGFβ namun terhambat dengan hadirnya sitokin proinflamasi.13,14 

Kesimpulan :
Berdasarkan studi pustaka dan bukti penelitian di atas, vitamin D terbukti memiliki  potensi  kuat  untuk mengurangi efek sitotoksik yang berlebih melalui penurunan kadar sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6, dan TNF-a). Berbagai studi juga mendukung bahwa peran sentral IL-1 dalam patogenesis AR karena itu, penghambatan tindakan proinflamasi IL-1 sangat penting dalam mencegah mekanisme inisiasi di AR. Vitamin D juga terbukti dapat menurunkan efek autoimun yang berlebih melalui perangsangan produksi sel T regulator (Treg). Oleh karena itu, ada baiknya dilakukan studi lebih jauh dan dalam dengan skala yang lebih besar guna mengevaluasi manfaat pemberian vitamin D terhadap penekanan efek autoimun pada AR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar